Yustitianingtyas, Levina
(2019)
PENGATURAN LINTAS PENERBANGAN NASIONAL BAGI PESAWAT UDARA ASING DI ATAS ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA.
Jurnal Komunikasi Hukum, 5 (2).
pp. 89-104.
ISSN 2407-4276
Abstract
Hukum udara berkaitan dengan kegiatan lintas penerbangan pesawat udara asing utamanya diatur dalam Konvensi Chicago 1944 berikut Annex-annexnya. Hukum udara berkembang melalui praktek negara-negara, atau hasil kesepakatan negara-negara yang dituangkan dalam bentuk perjanjian internasional. Dengan berlakunya United Nations Convention on the Law of the Sea III (UNCLOS III)-1982, terdapat beberapa pasal yang mengatur lintas penerbangan pesawat udara asing melalui rute penerbangan di atas alur laut kepulauan. Beberapa ketentuan dalam UNCLOS-1982 menunjukkan adanya “progresive development” bagi hukum internasional yang berkaitan dengan rejim ruang udara, karena kegiatan lintas penerbangan pesawat udara mendapatkan pengaturan dalam hukum laut. Indonesia adalah salah satu negara kepulauan telah menjadi pihak pada UNCLOS 1982 sejak tahun 1986. Indonesia adalah salah satu Negara pihak pada Konvensi Chicago 1944. Sebagai implementasi dari kedaulatan negara di ruang udara melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan kedaulatan negara Indonesia atas wilayah udara, yang menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Republik Indonesia. Status Indonesia sebagai Negara kepulauan sesuai yang tertuang dalam UNCLOS 1982, maka Indonesia mempunyai kewenangan menentapkan alur laut kepulauan dan mengatur pelaksanaan lintas penerbangan pesawat udara asing melalui wilayah udara Negara Indonesia.
Kata kunci : lintas penerbangan, wilayah udara, Alur Laut Kepulauan Indonesia.
ABSTRACT
Air law relating to the activities of foreign airplane crossing is primarily regulated in the Chicago Convention of 1944 and its annexes. Air law develops through the practice of countries, or the results of state agreements as outlined in international agreements. With the enactment of the United Nations Convention on Sea III (UNCLOS III) 1982, there are several articles that regulate the flight of foreign airplanes through flight routes over the archipelagic sea lanes. Some provisions in UNCLOS 1982 show the existence of "progressive development" for international law relating to the airspace regime, because the activities of airplane flight get an arrangement in the law of the sea. Indonesia is one of the archipelagic countries that has been a party to UNCLOS 1982 since 1986. As an implementation of state sovereignty in air space through Law Number 1 of 2009 concerning Aviation and Indonesian state sovereignty over airspace, which states that the Unitary State of the Republic of Indonesia is fully and exclusively sovereign over the territory air of the Republic of Indonesia. The status of Indonesia as an archipelagic country is as set out in UNCLOS 1982, so Indonesia has the authority to determine the archipelagic sea lanes and regulate the implementation of foreign airplane flights through the Indonesian airspace.
Keywords: cross flight, airspace, Indonesian archipelagic sea lane passage
Actions (login required)
|
View Item |