Radius Setiyawan,, S. Pd., M. A. Dalam Bayang-bayang Budaya Populer dan Kuasa Negara. Dalam Bayang-bayang Budaya Populer dan Kuasa Negara, 1 (1). universitas muhammadiyah surabaya press, universitas muhammadiyah surabaya. ISBN 9786239908843
![buku mas radius.pdf [thumbnail of buku mas radius.pdf]](https://repository.um-surabaya.ac.id/style/images/fileicons/application_pdf.png)
buku mas radius.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only
Available under License Creative Commons Attribution No Derivatives.
Download (7MB)
Abstract
Membuka pengantar buku ini, saya teringat dua
kejadian yang belum lama ini terjadi di Indonesia.
Dua kejadian yang menurut saya menarik untuk dijadikan
penanda penting bagaimana perkembangan budaya
populer dan kuasa negara di tengah pusaran arus digital.
Peristiwa pertama terjadi pada Mei 2021 tahun lalu. Disaat
situasi pandemi belum menentu, ada peristiwa yang cukup
menarik perhatian. Hal tersebut yang membuat saya
akhirnya mengenal sebuah grup musik asal Korea Selatan
besutan Big Hit Entertainment, yakni BTS (Bangtan Boys).
Salah satu hal yang cukup menarik perhatian adalah fans
mereka. Mereka menyebut diri mereka adalah Army. Yang
kepanjangan dari Adorable Representative MC for Youth.
Pada bulan Mei 2021 tahun lalu, BTS melakukan
kolaborasi dengan Mc Donald. Kolaborasinya adalah
mengeluarkan produk BTS Meal. Hal tersebut mendapatkan
respon luar biasa dari seluruh Army Indonesia (sebutan
untuk penggemar BTS). Paket BTS Meal ramai diserbu oleh
para-Army di Indonesia. Banyak driver ojek online yang
mengantre berjam-jam hingga menyebabkan kerumunan
di banyak gerai Mc Donald. Tidak hanya itu, para-Army
bahkan rela mengeluarkan jumlah uang yang relatif besar,
mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah hanya untuk
mendapatkan dan mengoleksi benda-benda yang terkait
dengan idola mereka yang dijual secara online oleh reseller.
Sesuatu yang bagi sebagian orang terkesan aneh dan tidak
berfaedah. Tetapi di balik itu semua, ada sesuatu hal di
luar dugaan. Mereka bukan hanya kelompok penggemar
yang identik dengan aksi berfoya-foya. Dalam banyak kesempatan para-Army ternyata banyak melakukan
hal-hal yang menarik, seperti: donasi dan mendukung
Gerakan Black Live Matter (Gerakan Melawan Rasisme),
aktif berkampaye bersama UNICEF tentang isu kesehatan
melalui lagu-lagunya dengan tagar #loveyourself di
media sosial, mereka juga terlibat dalam aksi penolakan
RUU Cipta Kerja pada 2020 lalu dan berhasil mendapat
perhatian publik secara global. Yang paling terbaru mereka
mampu menghimpun dana ratusan juta untuk korban
tragedi Kanjuruan di Malang. Sebuah komunitas yang
dibangun atas dasar kesukaan pada grup musik ternyata
aktivitasnya banyak terkait dengan aksi sosial dan politik. Army adalah generasi yang cara berpikir dan
bertidaknya lebih banyak dipengaruhi oleh tradisi
digital. Ada yang menyebut mereka adalah self-learners
(pembelajar mandiri) yang lebih nyaman menyerap
pengetahuan secara daring daripada belajar melalui
institusi tradisional. Mereka adalah seorang digital natives.
Generasi yang aktivitasnya lebih suka dengan segala
sesuatu yang dapat di akses melalui digital. Hal tersebut
dibuktikan dengan apapun yang diproduksi BTS melalui
kanal digital selalu mendapatkan view yang sangat tinggi.
Contonya adalah views youtube yang ditonton hingga
miliaran. Sejak periode Korean Wave (Gelombang Korea)
atau biasa disebut Hallyu pada 1990-an, apapun produk
yang diproduksi Korea Selatan seperti (film, drama serial,
dan K-Pop Music) merasuk dan menyebar begitu cepat ke
berbagai negara Asia seperti China, Hongkong, Malaysia
hingga Indonesia.
Peristiwa yang kedua yang menarik perhatian saya
adalah kekerasan yang dialami oleh Ade Armando pada
April 2022 lalu. Dosen sekaligus pegiat media sosial
tersebut dikeroyok secara membabi buta di sebuah lokasi
demontrasi. Berbagai reaksi bermunculan, dari mengutuk
aksi tersebut hingga aksi olok-olok atas kejadian tersebut.
Dalam aksi demonstrasi di Indonesia, tindak kekerasan
memang kerapkali terjadi. Bagi kita yang pernah dan sering
terlibat demontrasi, kekerasan hingga mengeluarkan
darah bercucuran adalah sesuatu hal yang sering kita jumpai. Tindakan membabi buta aparat kepada massa
aksi tidak jarang dipertontonkan secara terbuka karena
terekam oleh kamera. Bedanya kekerasan kali ini bukan
dilakukan aparat kepada peserta aksi. Tetapi dialami oleh
peserta aksi dan pelakunya konon juga peserta aksi pula.
Ade Armando adalah sosok yang dianggap pendapatnya
banyak menuai kontroversi. Dari soal agama, pencemaran
nama baik, penghinaan hingga soal lain yang kerap
membuat orang marah.
Apa yang menimpa Ade Armando menegaskan bahwa
perbedaan di ruang digital sangat mungkin menjalar pada
ruang nyata. Kita semua tahu, Ade Armando adalah salah
satu pegiat sosial media yang getol membela presiden
Jokowi. Apa yang disampaikan olehnya dianggap banyak
orang mewakili kepentingan negara. Sehingga Ade
dianggap kebal hukum di tengah pendapat-pendapatnya
yang kontroversial. Kejadian yang menimpa Ade tidak
bisa dilepaskan dari polarisasi politik yang telah lama
terjadi di negeri ini. Pertarungan yang mengeras di ruang
digital menjadi sesuatu yang wajar di era informasi. Akan
menjadi tidak wajar ketika menjalar pada ruang nyata dan
berakhir dengan aksi kekerasan yang brutal. Hal tersebut
tentunya berbahaya bagi masa depan demokrasi. Apa
yang terjadi pada Ade bisa jadi manifestasi nyata dari
kebencian, permusuhan dan agresivitas yang dihasilkan
dalam ruang digital. Polarisasi politik yang menghasilkan
perbedaan cara pandang yang tajam di sosial media harus
memakan korban ketika bertemu di dunia nyata. Kedua kejadian tersebut (Militansi Army dan
pemukulan Ade Armando) memiliki kesamaan dimana
dunia digital sebagai ruang diskursif yang mampu
menggerakkan dan mempengaruhi cara pandang komunal.
Selain itu juga, menifestasi dari apa yang terjadi di dunia
digital tidak berhenti disitu, apa yang dibicarakan dalam
banyak platform digital dipraktikkan dan dilakukan di
dunia nyata dan tidak jarang praktiknya kerap dianggap
berlebihan dan cenderung distruktif.
Item Type: | Book |
---|---|
Subjects: | J Political Science > JA Political science (General) K Law > K Law (General) |
Divisions: | Jurnal > Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan |
Depositing User: | DEDE NASRULLAH NASRULLAH |
Date Deposited: | 26 Jul 2023 07:07 |
Last Modified: | 26 Jul 2023 07:07 |
URI: | https://repository.um-surabaya.ac.id/id/eprint/7466 |